Sahabat Edukasi yang berbahagia…
Fenomena Pilkada yang seringkali menjanjikan adanya pendidikan gratis mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai menengah yang umum dilontarkan para kandidat dalam pemilihan kepala tempat yaitu sekolah gratis 12 tahun. Sebagian kandidat benar-benar memenuhi komitmen tersebut. Bupati/Wali Kota dan Gubernur, usai terpilih, menciptakan peraturan tempat yang mengatur wajib berguru dan sekolah gratis.
“Tetapi sayangnya, mereka tidak mengalokasikan anggarannya di APBD,” kata Sutanto, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah ketika menutup program Sosialisasi Program Pendidikan Dasar dan Program Pendidikan Menengah di Hotel Amaroossa Grande Bekasi, Jawa Barat, Jumat malam, 8 Mei 2015. “Kabupaten/kota dan provinsi yang aku lihat hanya mengandalkan BOS dari Pusat.”
Semestinya tim sukses kepala daerah, tambah Sutanto, tahu persis konsekuensi logis penerapan wajib belajar, apalagi jikalau hendak ditingkatkan sampai jenjang akademi tinggi. “Mereka tidak menganalisis secara mendalam berapa biaya untuk menciptakan kebijakan wajib berguru 12 tahun atau sampai akademi tinggi,” tegasnya.
Berdasarkan perhitungan kebutuhan pendidikan menengah, biaya operasional non personalia per siswa per tahun mencapai Rp3 juta. Namun, kini, pemerintah hanya dapat menyediakan Rp1,2 juta per siswa per tahun. Tiadanya alokasi APBD untuk menutup kekurangan itu, terlebih Perda juga memuat larangan sekolah melaksanakan pungutan, maka sekolah hanya mengandalkan anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari Pusat. “Artinya layanan pendidikan menengah tidak akan maksimal. Akhirnya menghasilkan kualitas yang tidak baik,” ucapnya.
Sutanto berharap Pemerintah Daerah memerhatikan kecukupan alokasi anggaran APBD untuk pendidikan. Janji masuk akal 12 tahun yang diumbar ketika Pilkada sebaiknya didukung dengan kesediaan politik anggaran dalam APBD.* (Billy Antoro)
No comments:
Post a Comment